Mari Menutup 2019 dengan Hamdalah
Karena cerita di bawah ndak ada mereka ini, jadi image-nya buat manusya Kos Sakinah lah. ps. ini tanpa Niar dan Zahrah (the only one person who's not humanis between us) |
Hai temanku yang membaca, hehe perlu Anda tau bahwa aku
menulis ini setelah melihat foto-foto dari Januari 2019 lalu yang ada di
archive story dan google photos. Nulis ini juga karena iri melihat
manusya-manusya lain pada bikin kilas balik foto di Instagram atau sekadar
nulis harapannya di twitter. Hoya, alasan lain juga mungkin jadi bahan refleksi
buat diri sendiri nih yang katanya temen kos aku, sebut saja IJAH, dia bilang :
“Kwe ki IRI-nan, koncomu monev kwe pengen,” – IJAH, 2019
Ya harus diakui itu benar adanya. Bukan cuma itu, temen udah
lulus STAN, temen bisa jadi volunteer sampe Kamboja, temen bisa menang lomba, bahkan
temen bisa orasi waktu demo aja ngiri :(
Gimana yak, punya diri yang ngerasa nggak bisa berbuat
apa-apa dan tidak mencapai suatu pencapaian yang menurut sosial bisa
dibanggakan tu memang rada toxic. Untung, dipenghujung tahun ini aku dapet
sebuah terapi yang mana itu intinya mengajarkan aku lebih dekat kepada Tuhan
dan mensyukuri apa yang telah didapat selama ini. Jujur, materinya tidak
terlalu baru buat aku, tapi efek “reminder” tuh ya memang harus ada. Dan aku
alpa mengenai hal itu selama ini.
Jadi, setelah melihat-melihat foto itu, aku menemukan banyak
hal yang memang patut aku syukuri. Ya disamping foto-foto materi tutorial, post
- OSCE, dan berbagai kegiatan kuliah lain yang mendominasi, aku pikir yang lebih
penting untuk disyukuri diantara semua foto itu adalah aku bisa melewati tahun
ini dengan cukup baik dan kuat.
Banyak pengalaman baru yang aku lewati, seperti mengikuti
demo, baksos, jadi aslab, ikut pelatihan menulis, ikut organisasi, dan tentunya
PKM.
Sejujurnya, aku nggk pernah sama sekali ikut organisasi yang
menurut aku besar. Kalaupun ada, ya itu tidak membutuhkan keterikatan kuat
dan pengelolaan yang bikin kepala sakit. Tanpa aku sadari, tahun ini aku masuk
ke dua organisasi besar, mengikat, dan membuat sangat sering aku sambat. Yang
satu, dipenuhi manusia-manusia sosialis sok kiri yang mengedepankan dialektika
namun minim aksinya. Satu lagi, dipenuhi manusia praktis banyak bikin event kesehatan
tapi selalu terbentur jadwal pembelajaran. Alhasil dua-dua nya sama-sama sibuk.
Yang satu tiap bulan pasti ada rapat. Yang satu tiap bulan pasti ada acara.
Hoho aku nggak sadar ternyata bisa membagi waktu ini semua dengan baik tanpa
mengorbankan IPK semester dua. Tapi doain w di semester tiga ini euy hohooo,
di ujung batas neh sebelum bapak murka
Lalu yang mengejutkan lagi adalah aku memberanikan diri
memasukkan proposal PKM.
Hohooo ini pencapain sumpah wkwk. Sedari SMA kelas 3,
aku sudah menginginkan untuk mengikuti PIMNAS, cuman waktu itu ya nggk tau kalau
rangkaiannya sepanjang ini huhu…
Awal diumumkan bahwa univ membuka proposal
PKM itu jujur nggk kepikiran sama sekali buat masukin beneran. Ingin iya,
tapi aku pikir realisasinya tidak. Ya waktu itu, di otak cuma ada kata
“ya udah lah ya, gapapa. Gamungkin menang PIMNAS juga”.
Nah, suatu hari waktu mau rapat, temen aku ni namanya Pris
ngobrol-ngobrol lah tu tentang kehidupannya mau jadi aslab DSKE FTI sampe
nyerempet ke PKM. Waktu itu, Pris yang ngajakin aku buat “ayo-ayo ikut PKM”.
Trus ya aku semangat dah tu, soalnya selama ini di fakultas ku sendiri, PKM ni
bukan jadi bahan perbincangan pokok penelitian, gak terlalu di-notice
juga sama manusya-manusya disana.
Nah udah ni. Waktu itu beberapa kali Pris
mengingatkan aku tentang jadwal pengajuan proposal, tapi ya aku nggk yang
sebegitu mikirin. Sibuk kuliah, mikir organisasi, jadi alasan. Ya intinya mana
sempatlah mikir ide. Malah, diawal kupikir Pris yang bakal ngasih ide, jadi aku tinggal ngejalanin hehe (map yeu Pris). Hampir sebulan dari notifikasi
yang dikasih Pris, nggak ada perkembangan sama sekali. Aku juga udah bodo amat.
Toh mikirnya gak bakal menang gitu.
Eh tiba-tiba ternyata ada sosialisasi dari fakultas mengenai
PKM, spesifiknya PKM-M. Nah, disitu juga sudah ada beberapa ide yang bisa kita
pakai beserta pembimbingnya. Jujur, diawal aku pikir, kami (aku dan Pris)
bakalan mengajukan PKM-T atau PKM-P. Tapi setelah berbincang bersama teman aku
yang lain, yaitu Ika, kami lebih cocok ke PKM-M. Nah kebetulan juga tanpa sepengetahuan
aku, si Pris ini ngajak Ika buat PKM juga. Nah yauda, setelah itu wus wus
wusss dengan berbagai rombakan ide, drama, penambahan anggota. Jadilah proposalnya,
hhhh.
Sebenernya banyak kejadian yang patut disyukuri, cuman cuman
cumann hhh aku pikir tahun ini akan aku kenang sebagai tahun keberanianku
menjamah dunia penelitian lagi (honestly, PKM). Big thanks sekali untuk Ika,
Pris, Mas Nasution, dan Alwan. Terima kasih sudah mau kuberi tugas dalam waktu
singkat dan mengerjakannya dengan cepat. Huhu tanpa kalian aku ampas.
Terutama buat Ika dan Pris. Seriously, tanpa kalian aku
pikir gabakal jadi itu proposal. Kalian yang meluangkan waktu mencari mitra
sana-sini, dari yang ujung Merapi, Grhasia, sampe Gunung Kidul huhuuu keren. Tanpa
kalian aku yang suka negative thinking, pemalas, penakut ini bisa apa. Aku
cinta kalian dah pokoknya. Hehehe…..Misalkan pun nih PKM nggk didanain, aku mah
rela-rela aja wkwk. Such an experience bngt sumpah wkwk
Aku tidak expect tulisan ini jatuhnya banyak cerita PKM, ya
tapi gimana lagi. Ini kubuat dengan challenge 30 menit menulis ala Mojok yang
kudapat dipelatihan. Jadi ya ya ya ya, terima aja yak..
Banyak manusya-manusya yang men-support di tahun ini, macem
Mba Yust, manusya-manusya kos sakinah, dan tentu saja teman jaoh tak terputus, Peha.
Buat kalian maap ndak ku ceritain di sini, kalian berkesan tentu saja, dan kalian
juga jelas sekali muncul di scroll foto HP ku. Ya lumayan lah ya fotonya bisa diketawain
hehe
In the end, aku mo menutup tulisan ini dengan terima kasih
untuk kalian semua yang aku sebut, organisasi, dan manusya-manusya nya yang
terlibat juga. Foto Hp ku bakal jadi reminder kalau kalian berharga di
perjalanan hidup aku suatu saat nanti. Hehe, Jannet saayang kalean uhuyy
Komentar
Posting Komentar